Minggu, Maret 21, 2010

Itu Cerita Mereka

Entah kenapa, aku selalu larut dengan kisah seorang anak yang kemudian bisa membuat orangtuanya begitu bangga. Seperti cerita kakak-beradik yang ikut acara pencarian bakat, America Got’s Talent 2009. Si sulung, Michael berbadan besar usia 16 tahun, adiknya Avery dan si bungsu Nadia berusia sekitar 9 tahun.

Cerita itu bermula ketika ibu mereka, Felicia ditabrak pengendara truk yang mabuk pada tahun 2007. Kondisnya parah lalu dilarikan ke rumah sakit. Meski masih hidup, tapi Felicia koma selama 8 bulan dan cacat seumur hidup.

Tidak ingin larut dengan kenyataan itu, Cole meminta anak-anaknya bernyanyi di samping ibu mereka yang entah mendengar atau tidak karena koma. Meski demikian, Michael, Avery dan Nadia tetap bernyanyi. Setiap hari. Mereka bernyanyi dengan perasaan yang mendalam. Selain itu, kakak-adik ini juga bernyanyi untuk perawat dan pasien-pasien di rumah sakit.

“Kami bernyanyi di rumah sakit setiap hari. Hanya itu yang bisa kami lakukan,” ucap Michael saat Piers Morgan, satu di antara tiga juri America Got’s Talent 2009.

Dan di audisi besar pertama, kelompok penyanyi bernama Voices of Glory ini tampil begitu sempurna di hadapan ribuan orang. Suara yang begitu bulat dan berkarakter. Seluruh penonton tampak beberapa menit memberikan standing applause.

Bahkan jauh sebelum mereka bernyanyi, ketiganya memiliki begitu semangat yang tulus dan kuat. Apalagi ketika Piers Morgan bertanya inspirasi apa yang menyebabkan mereka tampil di America Got’s Talent. Michael dengan sahaja menjawab bahwa kecelakaan ibunyalah yang mengispirasi mereka.

Sharon Osbourne, juri lainnya pun terharu. Begitu pula ribuan penonton yang memadati hall. Ketika ditanya, di mana ibu mereka saat itu, Michael mengatakan, ibunya ada di belakang panggung. Sontak penonton meminta ibunya di bawa ke panggung. Hall itu pun bergemuruh. Air mata Sharon pun jatuh beberapa kali.

Voices of Glory akhirnya tampil hingga semifinal. Namun tawaran untuk konser datang dari berbagai pelosok negeri paman sam itu. Bahkan di penobatan Walikota Newburgh, mereka diundang spesial.

Di Indonesia, juga ada kisah inspiratif. Siang tadi, acara pencarian bakat, Indonesian Idol yang aku dengar, soalnya lagi di kamar mandi, dan tidak terdengar jelas. Seorang pengamen, laki-laki usia duapuluhan tahun dari Surabaya berhasil membawa tiket emas untuk audisi di Jakarta.

Apa yang menginspirasi? Dia hanylah pengamen namun juga mahasiswa. Ia berasal dari keluarga tidak mampu karena itu ia mengisi waktu luang dengan mencari tambahan uang, yakni mengamen. Uang hasil kerjaan di jalanan itulah yang membiayai kuliah dan juga menanggung semua biaya hidup adik perempuannya yang juga sedang kuliah.

Ada juga cerita dari peserta Indonesian Idol yang dapat tiket emas untuk audisi di Jakarta, seorang remaja putri dari Ambon. Ia memiliki saudara yang semuanya perempuan. Meski tidak dijelaskannya secara gamblang, ayahnya pergi meninggalkan mereka dan ibunya. Sudah lima bulan mereka ditinggal. Bukannya marah pada sang ayah yang menelantarkan mereka, melalui rekaman di sesi audisi Ambon, dengan terisak namun berusaha tegar ia mengatakan, bahwa tiket emas itu dipersembahkan untuk ayahnya sendiri.

Sesungguhnya mereka adalah anak-anak jaman sekarang yang masih punya sesuatu yang membanggakan orangtua mereka. Meski dunia kecil mereka tak sesempurna anak-anak yang orangtuanya berkelebihan harta.

Lalu pertanyaan alot itu kembali muncul di kepalaku. Sebuah pertanyaan yang sulit aku simpulkan jawabannya sejak beberapa tahun terakhir. Dari diri ku sekarang, apa yang telah membuat engkau bangga? Sebuah pertanyaan yang aku takut untuk menjawabnya lisan apalagi berpacu dengan pagi dan malam.

Di antara banyak tanggungan dan kewajiban, meski itu mutlak tersebab dari kesalahan orang lain, bisakah aku berpusat hanya pada kebanggaan seorang anak, ayah-bunda ku? Bukankah tangan ini hanya dua. Sementara berpasang-pasang tangan keriput dan kencang, mereka bergayut lemah di pundak kurus ini. Telpon genggam yang selalu berdering seolah aku merasa terpojok. Terpikir untuk lari, tapi maaf ayah-bunda, aku tak bisa mengabaikannya. Mungkin itulah, kenapa Tuhan masih memberiku rejeki.

Namun untuk kalian saja belum cukup bisa membuatmu bangga dan itu pun butuh waktu. Sementara hidup selalu ada tantangan. Kadang kita jatuh, kadang bangkit. Bukankah semuanya pasti akan berubah?. Jangankan untuk bertanya tentang kebahagiaan hidupku sendiri. Atau mungkinkah senyuman yang merekah di wajah mu itu adalah kebahagiaanku yang sesungguhnya dan engkau bangga pada ku?

1 komentar:

Erwin Jahja mengatakan...

kisah inspifnya gw setuju zam.
tp menjadi bintang dengan cara-cara instant,mengeksploitasi kesusahan orang dengan menjual sms-sms dukungan...tidak setuju!!!