Senin, September 29, 2008

cerita hidup

malam ini aku memilih untuk berjalan kaki menuju mes di alegria, parit husin II, pontianak, kalimantan barat. petanda waktu di handphone sudah menyatakan dini hari, untuk Senin (29/9). keringat mulai membasahi leher, dada dan punggungku. cuaca panas, tiada hujan sepanjang tiga hari terakhir. tapi hatiku beku. satu balok es yang keras menyesak di dadaku. keras sekali dan beku.

satu arti tentang integritas diri dan pertemanan mulai muncul. aku tidak menyalahkan dia yang membuatku amat jengkel di kantor.

jarak dari kantor tinggal setengahnya, 400 meter. kedua tangan ku masukkan ke dalam kantong jaket. seperjalanan 100 meter, kepalan tangan itu berkeringat, panas. aku menghela nafas. dua sariawan masih perih di bibirku. itu karena panasnya suhu tubuhku. tapi hatiku masih beku.

satu arti tentang perjalanan hidup kembali muncul dengan sendirinya. terlintas wajah ibu ku yang kini makin tirus dan menua. fragmen itu berganti wajah ayah ku. kini uban di rambutnya semakin banyak. tak terbendung oleh usahanya yang hampir tiap bulan menyemirnya kembali jadi hitam. Otot di lengan dan betisnya sudah tak nampak. kecuali gelayutan daging yang lemah. ia sudah tak sekuat 10 tahun lalu. umurnya semakin berkurang.

siluet itu hilang dan pandangan jadi gelap. tiba-tiba muncul wajahku yang lusuh. lusuh karena kerja dan pulang berjalan kaki. tapi wajah itu menatap tajam, keras. tapi di dadanya masih ada balok es yang beku dan dingin.

aku sadar. aku berbeda dengan kamu atau siapa pun. aku punya tensi emosi sendiri. juga cara jalan, bicara dan berpikir sendiri. tersenyum pun aku punya cara sendiri. apalagi cerita tentang hidup dan pengalaman tempo dulu. aku punya sendiri dan jalan cerita sendiri.

percuma Tuhan menciptakan manusia kalau semuanya punya kadar, gaya dan cerita yang sama. membosankan. jadi bukan karena kamu yang salah berteman dengan aku, atau karena aku salah bersikap. tapi karena aku punya cerita hidup sendiri. biarkan aku membuat jalan ceritanya sendiri. tapi hatiku masih beku dan keras.

tiba-tiba aku ingat adikku. anak dari adik ibuku. mereka sepasang dari dua saudara ibuku. mereka adalah anak yatim. anak yatim yang hidup di keluarga besar yang pernah salah mengelola hidup. entah kenapa, balok es di dadaku jadi meleleh.

mataku mulai berkaca. nafasku tersengal. tak terasa, tetesan air mengalir di sudut bola mata. aku masih di dalam perjalanan menuju mes. tinggal 100 meter lagi. aku singgah di atm bank mandiri. aku masih terisak-isak di sana.

dua adikku itu kini sedang sekolah, satu kelas III SMA, satu lagi kuliah di Bukittinggi. kuliah? ya, oleh saudara bapaknya, gadis berkacamata tebal itu disekolahkan di perguruan tinggi. satu niat yang amat saya sanjung. bapaknya sendiri sudah cerai, sejak ia masih sekolah dasar di padang. sedangkan ayah dari remaja SMA itu, sudah lama berpisah. sang ayah itu kini tinggal di sebuah gubuk di ladang di kampungnya. aku pernah melihat pria itu, dan dulu ia gagah. tapi informasi yang aku peroleh terakhir, laki-laki itu kini menyendiri di ladang. tragis.

aku kembali menangis. bukankah mereka punya cerita hidup sendiri di dunia ini. lalu apakah mereka bisa membuat cerita itu jadi lebih indah? sampai mereka tamat sekolah, kuliah lalu bekerja dan mendapatkan gaji? bisakah itu terjadi, sementara ibu mereka sudah asosial dan labil. sepasang anak itu hanya punya ibu. ibu yang tidak menghasilkan apa pun kecuali tindakan purba, yakni melindungi dari gangguan faktual.

mereka adalah adik-adikku. meski mereka tidak pintar. apakah mereka akan menjadi lintang dalam cerita novel laskar pelangi? apakah mereka harus menutup rapat pintu masa depan dan bertindak seadanya di dunia ini? apakah aku dapat berperan dalam cerita-cerita hidup mereka kelak?

aku punya cerita sendiri dan jalan hidup sendiri, kawan. hidupku bukan untuk satu hari besok.(*)

waktu

kini aku di pontianak lagi. satu minggu lalu aku hidup di singkawang, sejak 19 juni, bersama teman-temanku yang dari yogya. bercengkrama dan mengenal dekat orang-orang singkawang dan mereka yang bekerja di singkawang. pengalaman yang begitu membuat hidupku bercorak. setidaknya aku punya sahabat baru, punya saudara baru dan pengalaman baru. bersahabat dan bersaudara dalam kurun waktu amat singkat, selama dua bulan lebih.

jika beromantisme-ria, kenyataan aku ditarik ke pontianak, begitu kejam. tapi itulah hidup, waktu begitu cepat memproses jati diri kita. kalau tidak sadar atas kesia-siaan yang telah kita perbuat, maka, diri ini hanyalah sebatang kayu yang hanyut ke sungai deras. kadang sampai ke lautan lepas, kadang nyangkut di anak sungai lalu membusuk kemudian lapuk. dan tidak satu orang pun tau tentang riwayat kayu busuk itu kecuali dirinya dan Tuhannya.

begitu juga di kalimantan barat ini. tak sadar, telah lima bulan aku di sini. kini aku mulai bergerak maju, seperti yang sangat aku inginkan tentang sejarah hidupku sendiri. sejarah yang aku ukir sendiri, dan membuat ibu dan bapakku bangga, bangga telah melahirkan seorang anak, yakni aku. juga membuat bangga kakek dan amak-ku. mereka yang aku cintai dan sayangi sepenuh hati.

tapi tentu saja ini belum separuh jalan, se per sekianpun belum. dan entah apa jadinya aku nanti, satu tahun lagi, dua tahun atau sepuluh tahun lagi. seperti yang aku camkan pada diri, berbuat yang maksimal. toh di dunia ini hanya pekerja keras yang berhasil.

keep moving…

Rabu, Agustus 27, 2008

Negara Barat Harus Bertanya pada Julie

Sabtu (23/8), mustinya aku off. Ternyata tidak. Mulai sore hingga malam harus ku lalui dengan menyebalkan. Redaksi Pontianak lebih memilih menelpon aku, ketimbang tim skuad yang ada. Entah karena apa. Tapi memang menyebalkan, sebab, ini pertama kalinya aku mengurusi halaman dalam, hingga jam 23.30 WIB. Gila. Biasanya kerja sampai malam itu untuk mengisi halaman satu, itu pun untuk berita utama.

Persoalannya amat sederhana, redaksi Pontianak tidak berkomunikasi secara efektif. Begitu juga sebaliknya, skuad yang ada tidak mengkonfirmasi artikel yang terkirim. Tapi sudahlah. Toh aku juga skuad yang sama, meski off tapi (merasa) harus bertanggungjawab.

Menjelang tengah malam yang menyebalkan itu, ternyata di kala hati sedang berkecamuk karena terlambat makan lima jam, ada penawar yang jelita. Dia adalah Julie Langelier (29), perempuan cantik dan cerdas dari Quebec, Kanada. Ia bekerja sebagai relawan di satu lembaga swadaya masyarakat di Kalimantan Barat. Waktu itu, ia baru lima minggu di Indonesia.

Di lingkaran pasar Hongkong, Singkawang, malam itu, saya bersama empat teman Indonesia nongkrong sembari ngopi di satu gerobak makan. Kami berbincang tentang banyak hal. Serta-merta darahku berisi oksigen yang kemudian terpompa dengan cepat ke syaraf-syaraf otak. Semua menjadi tersambung, terang dan bersemangat, meski hari telah larut.

Kepintaran Julie, bungsu dari sembilan saudara ini sangat menonjol ketika berbincang. Mungkin karena dia mantan peserta pertukaran pelajar Indonesia-Kanada antara 1996-1997. Kepenatan dan kedongkolan hati langsung hilang ketika dia mulai berbagai cerita tentang kampungnya di Quebec, satu dari 10 provinsi di Kanada.

Ia lahir 1989, di provinsi yang mayoritas warga Perancis. Begitu juga dengan bahasa official-nya, juga Perancis. Kanada adalah negara federal dengan 10 provinsi, tiga di antaranya teritori. Provinsi terbesar di Kanada namun populasi terbanyak nomor dua setelah ibukota negara, Ontario.

Indonesia bagi Julie bukan hal yang asing lagi. Satu tahun ia habiskan semasa SMA di Bandung, Jawa Barat. Tahun 2007 lalu, ketika kembali bersemangat dengan memilih Indonesia sebagai negara untuk penempatan tugas sebagai volunteer. Padahal banyak negara berkembang di Asia dan Afrika yang ada dalam daftar negara yang dapat project dari LSM Kanada.

“Saya rencananya mau pilih Afrika Selatan atau Indonesia. Tapi karena saya suka Indonesia, saya pilih Indonesia,” katanya.

Namun sayang, Julie tidak bisa pergi karena negaranya mengeluarkan travel warning. Larangan itu dirilis dalam website pemerintah. Pertengahan tahun 2008, ia baru diperbolehkan terbang ke Indonesia.

“Saya kesal kenapa tidak bisa. Padahal di sini aman. Saya langsung email orang pemerintah (Kanada) di Jakarta. Empat orang sampai sekarang tidak balas email saya,” ujar Julie yang hingga malam itu, masih menahan geram pemberlakuan travel warning negaranya tahun 2007 silam.

Soal indikator aman atau tidaknya satu negara, memang menjadi politis dan terkesan sekadar ingin memenuhi syakwa sangka negara barat. Di samping itu, Indonesia adalah negera berpenduduk muslim terbesar. Sehingga perlu disikapi dengan memposisikan Indonesia dan mengendalikannya dengan opini-opini negatif.

Betul, ada ancaman kemanan atau tindak terorisme yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Namun melalui kaca mata Julie, warga negara Kanada sendiri, Indonesia sangat aman. Ia mengatakan, warga Indonesia justru terlalu bersikap khawatir sehingga sangat mempedulikan orang lain.

“Kalau saya keluar malam, orang di sini selalu bilang, kenapa malam-malam keluar dek. Nanti takut diapa-apakan orang. Jangan ambil taksi di terminal nanti bayarnya mahal. Jadi saya pikir di sini sangat aman,” kata Julie.

Gembar-gembor media barat dan kebijakan negara-negara sekutunya tentang keamanan Indonesia tidak ada jaminan, ditepisnya dengan diplomatis.

“Kenapa mereka bilang Indonesia tidak aman. Di India, bom terdengar hampir setiap minggu. Tapi dibilang bukan teroris. Di India, kalau perempuan jalan malam-malam, laki-lakinya pasti pegang ini (payudara) perempuan. Ihh...,” ujarnya.

Seharusnya, negara-negara barat belajar dari warganya sendiri. Begitu juga dengan media-media barat. Julie sendiri, meski bukan warga Indonesia, ia selalu mempromosikan Indonesia kepada keluarganya.

“Bapak saya datang ke Bali beberapa waktu lalu. Mereka penasaran dengan apa yang saya sampaikan tentang Indonesia yang aman,” katanya. (*)

Kamis, Juli 17, 2008

Berharap Jodoh di Kaisar Langit

*Kelenteng di Lereng Bukit Pasi Singkawang

ANGIN perbukitan 'Gunung' Pasi menerpa rambut sembilan orang yang sedang berpose di depan Kelenteng Kaisar Langit (Nyuk Fong Kiung), Minggu, awal Juli 2008. Syal kuning yang dikenakan perempuan berambut kuning, satu di antara mereka juga ikut tersibak.

Staf pengajar di lembaga pendidikan Master Pontianak itu sedang mengabadikan wisata akhir pekan mereka di kelenteng yang terletak di lereng Bukit Pasi atau yang populer disebut dengan Gunung Pasi, Pangmilang, Singkawang Selatan.

"Kami ke sini cuma main-main. Ya sekadar wisata jugalah. Biar besok ngajarnya fresh," kata Hendra, satu di antara mereka.

Setidaknya hampir seratus orang mengunjungi Nyuk Fong Kiung setiap minggunya. Umumnya mereka berasal dari luar Kota Singkawang yakni dari Kota Pontianak. Mereka datang dengan menggunakan mobil pribadi. Sedangkan pengunjung yang datang dari Kota Singkawang banyak dari anak-anak muda. Mereka datang menggunakan sepeda motor dan berpasang-pasangan.

Siang itu, Emel (25), karyawan swasta dari Pontianak juga datang bersama sembilan rekannya dengan menggunakan satu kendaraan pribadi. Ketika teman-temannya berkeliling kompleks dan berfoto-ria, Emel langsung menuju kelenteng nomor satu atau biasa disebut pekong lima penjuru.

Di sana ia mengambil dupa lalu membakarnya kemudian berdoa agar keluraga dan dirinya dimudahkan rejeki dan kesehatan. Namun secara khusus ia juga berdoa untuk dapat jodoh.

"Ya doakan keluargalah. Biar panjang umur, bertambah rejeki. Kalau saya, ya biar dapat jodoh," ujar perempuan putih berambut panjang sebahu ini seraya senyum.

Baik Hendra maupun Emel, sebelumnya belum pernah mengunjungi Kelenteng Kaisar Langit. Namun ketika mendapat informasi adanya kelenteng yang terletak di lereng bukit di daerah Singkawang dengan pemandangan yang indah, mereka langsung merencanakan kunjungan.

Di bangun di ketinggian lebih dari lima ratus meter di atas permukaan laut, Kompleks Kaisar Langit terlihat indah. Bangunan itu berdiri megah di lereng bukit dan hanya satu-satunya yang terlihat di antara rimbunya pepohonan. Dari atas bangunan tertinggi kelenteng, pengunjung akan melihat bagian selatan Kota Singkawang yang begitu memesona.

Seperti yang tertulis dalam risalah yang terpampang di sebuah bangunan kayu bertingkat dua, dipilihnya 'Gunung' Pasi, karena dinilai ada roh makhluk abadi yang bersemayam. Secara turun temurun, roh tersebut dipanggil LinShan atau gunung yang ada rohnya.

Menurut Akim (34), pengurus kelenteng agama tao di Singkawang itu, kompleks didirikan seorang penganut yang disebut Zhau Kung Nyuan Suai pada tahun 1957. Ada delapan bangunan yang sekaligus menjadi rukun bersembahyang di sana.

"Sekarang dikelola Yayasan Dharma Suci. Setiap bangunan merupakan rukun sembahyang. Tapi kadang di sini juga orang jadikan tempat wisata," ujar Akim yang sudah tiga tahun sebagai pemandu bagi pengujung.

Beberapa tahun terakhir, untuk meramaikan dan mempermudah jalan menuju kelenteng, pengurus membangun jalan aspal dan semenisasi sepanjang 1,2 kilometer. Saat ini bahkan sudah dilengkapi dengan tempat parkir dan kafe yang dikelola pengurus.

Jika anda ingin mengunjungi Kelenteng Kaisar Langit ini, tidak lah susah. Jaraknya hanya 13 kilometer dari Kota Singkawang masuk melalui Jl Yohana Godang lalu belok ke Jl Kridasana, menuju Kelurahan Sijangkung tepat di depan Satlantas Polres Singkawang. Tidak mudah mencarinya, hanya melihat perbukitan di sebelah kiri dan tampaklah bangunan mencolok. (zamzami)

Jumat, Januari 25, 2008

Rencana Tuhan atau kebodohan saya?

Pemenang dan pecundang sama-sama punya satu kelebihan. Jika pemenang punya kelebihan satu cara dan kerja keras, maka pecundang punya kelebihan satu alasan.

Pemenang punya satu kelebihan cara dibandingkan orang-orang. Ada ekstra cara atau usaha yang dilakukannya dibandingkan orang-orang lain. Jika kesuksesan itu syaratnya dua kali kerja keras, maka si pemenang harus kerja keras lebih dari dua kali. Jika seorang harus menaiki 10 anak tangga untuk sukses, maka si pemenang menaiki harus mininal 11 anak tangga.

Tapi siapa yang tau berapa syarat untuk menjadi sukses? Karenanya, kita hanya diminta oleh Tuhan untuk berusaha dan berdoa kemudian tawakkal.

Jika kegagalan-kegagalan yang pernah Anda rasakan sebelum hari ini, dan kemudian Anda jadikan sebagai studi perbandingannya..... di manakah posisi Anda? sebagai pemenang atau pecundang kah?

Lha, kalau tau ukuran sebuah kesuksesan, tentu kita tidak perlu repot-repot tuk lakukan ini dan lakukan itu. Kalau tau syarat jadi orang sukses, ya, kita tinggal ikuti saja aturannya. Tapi sayang, ternyata tidak ada yang tau, termasuk paranormal pun. Kemudian bagaimana dengan hukum kebetulan, keberuntungan atau lucky?

Teman saya sering berdebat soal hukum keberuntungan ini. Menurut dia, hukum keberuntungan ini nyata. Dia mencontohkan seorang temannya yang sewaktu di sekolah, bandel, jarang belajar, eh ternyata ketika Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SMPB), temannya itu jebol PTN. Sebaliknya, teman dia satunya lagi, yang rajin, selalu dapat nilai tinggi dan mendapat ranking tinggi di sekolah, justru tidak lolos.


Benarkah itu kebetulan?
Bisa kah kita meyakininya ada hukum kebetulan di dunia ini? Bisa kah kita meyakini bahwa Tuhan memberikan keberuntungan tanpa seseorang perlu berusaha’?

Dan akhirnya,
Bisa kah kita meyakini Tuhan memberikan ketidakberuntungan bagi orang yang ‘telah’ bekerja keras untuk sebuah pencapaian? Lalu Tuhan memberinya kesialan

Sorry, i dont believe it, do you?