Minggu, Februari 22, 2009

Kolonel (pnb) Dody Trisunu

Kepala Kolonel (Pnb) Dody Trisunu, Komandan pangkalan udara (Danlanud) Pekanbaru, langsung tegak, Kamis (19/2). Matanya yang tadi mulai ngantuk, tiba-tiba menyorot penuh perhatian ke arah Andre, mantan karyawan perusahaan sekuriti, kontraktor PT Chevron Pacific Indonesia di Duri Camp.

Andre yang sejak tadi berdiri semakin lantang dan menyambut sorotan tajam Sang Komandan. Mic yang dipegangnya pun semakin digenggam erat. Sementara Doktor ekonomi Universitas Riau yang berada di samping Kolonel Dody pun mulai memperhatikan apa yang dibicarakan sang mantan sekuriti itu. 

Tiba-tiba Andre mengacungkan tangan kirinya ke arah kolonel yang tahun 1987 menjadi Dan Flight Lat Skadron 11, Lanud Hassanudin, Makasar. Sang mantan sekuriti lalu setengah berteriak ia kembali mengacungkan tangan kirin untuk kesekian kalinya ke arah kolonel. 

Kolonel Dody yang mendengar pernyataan tegas itu lalu mengambil mic yang ada di depan mejanya. “Saya senang berdialog dengan kalian, anggota-anggota HMI. Saya juga pernah membaca buku yang Anda sampaikan tadi, waktu pendidikan di luar negeri,” ujar lulusan Combined Fighter Weapon Instruktur Course, 2001 ini dengan tersenyum. 

Begitulah anggota-anggota HMI kalau berdialog. Meski raut wajah Kolonel Dody sempat mengisyaratkan ngantuk dan malas karena persiapan acara yang amat buruk, ia justru melihat kecerdasan di setiap pembicaraan anggota-anggota HMI. 

Acara yang berantakan? Malam itu, ratusan kursi di ruang seminar Hotel Mona, Panam, Pekanbaru terlihat kosong. Hanya diisi puluhan orang. Mungkin kurang dari 20 orang. Sementara di meja depan, ada Kolonel Dody dan Dr Deliarnov, dosen ekonomi Universitas Riau. Mereka didaulat mengupas tentang perdagangan bebas dan pertahanan perbatasan yang digelar dalam Musyawarah Daerah (Musda) Badan Koordinasi HMI Riau-Kepri. 

Saya merasa kecewa teramat berat dengan panitia. Sebab acara yang menghadiri Danlanud Pekanbaru dan doktor ilmu ekonomi itu sepi peminat. Apalagi, acara yang molor satu jam lebih, seminar yang berakhir hingga jam 12 malam, dan properti infokus yang tidak bisa dioperasikan, menyempurnakan, pelaksanaan acara yang buruk. Ketika seminar berlangsung, puluhan peserta justru asyik duduk, ngobrol, merokok dan cekikikan di luar ruangan. Suatu sikap yang tidak menghargai orang. 

Kondisi itulah yang membuat kolonel yang lahir di Jambi 19 Juli 1962 itu sempat tak bersemangat. Apalagi slide yang seharusnya ditampilkan gagal hingga seminar dimulai 30-an menit berikutnya. Namun materi pertanyaan yang disampaikan tiga anggota HMI, cukup membuatnya bersemangat. Betapa tidak, tiga perserta yang bertanya, menyampaikan opini dan pertanyaan. Namun di setiap pertanyaan atau opini, mereka mengutip sejumlah buku. Dan buku yang mereka baca, juga pernah dibaca oleh mantan Dan Wing III Lanud Iswahyudi, Madiun, 2007 itu. 

Seperti lupa akan acara yang berantakan dan kursi yang banyak melompong itu, Dody Trisunu melanjutkan materi pembicaraan. Isinya pun semakin berbobot. Berbagai buku dikutipnya, suatu isyarat bahwa Sang Kolonel juga seorang komandan yang rajin baca buku. 

Lalu dia menjelaskan bagaimana pertahanan perbatasan Indonesia di Selat Melaka. Amat detail. Bahkan terkesan membuat orang geleng-geleng kepala, termasuk saya. Dan ternyata, apa yang disampaikan menit-menit kemudian, terdengar lebih miris….., geram dan tanpa diajak, orang-orang di ruangan itu seperti segera ingin memaki dan meninju semua politisi di DPR RI. Loh?

Sang komandan juga bercerita pengalamannya. Beberapa bulan lalu, ia terbang di ketinggian 25 ribu kaki masih di atas wilayah Indonesia, tiba-tiba terdengar perintah dalam bahasa Inggris, bahwa ia harus segera melapor ke Singapura. Lha? (zmi)

Tidak ada komentar: