Minggu, Februari 15, 2009

lintang

intang, bujang kecil berkulit hitam
mengayuh kebut sepedanya

lapan puluh kilo setiap hari
demi sekolah yang tercinta

lintang, harta karun terpendam
jenius kebanggan kelas kita

segala ilmu segala pelajaran
gampang diserap dicerna

kau mutiara cahaya pelita
bintang kejora kami punya
*Netral

Lirik yang sangat kuat dan memberi spirit. Saya suka dengan profil lintang. Apalagi kalau udah baca bukunya. Aku posting lirik ini setelah mendengar Netral melantunkan lagu bergenre rock ini di sebuah stasiun tv Minggu (15/2) siang. 

Sosok Lintang, yang telah aku baca bukunya, seakan mengingatkanku tentang seorang teman satu SD di Padanglua, Batusangkar, Sumbar. Waktu itu kami kelas 2. Mungkin sekitar tahun 1989. 

Namanya Nanda. Dia selalu mendapat nilai tinggi sejak kelas satu. Tapi ketika aku pindah ke kampung halaman, aku jadi pesaingnya. Di kelas dua itu, selama tiga catur wulan aku yang jadi juara satu. Namun ketika naik kelas tiga, bapakku kembali ke Padang, termasuk aku pun harus pindah sekolah. 
Nanda pun kembali ke posisi juara satu. Oleh guru-guru, dan teman-temanku, anak seorang petani pemilik heller (penggilingan padi) ini, merupakan anak yang pintar sekaligus cerdas. Citra cerdas itupun masih aku dengar hingga aku kelas 3 MA di Darunnajah, Jakarta Selatan. 

Namun sayang, sobat cerdasku itu, tidak bisa melanjutkan studi ke pendidikan tinggi. Satu cerita yang paling aku benci, karena kecerdasannya tidak mendapat tempat. Entah kenapa dia tidak melanjutkan studi. Aku jarang jumpa dia ketika aku pulang kampung. Aku sendiri jarang pulang kampung. Hanya kabar yang aku dengar, terakhir, dia bekerja sebagai sopir travel antar provinsi. Aku juga dengar dia sudah beristri dan punya anak kecil. Sayang aku tak lagi bertemu setelah ia nikah dan punya anak. Umurnya paling kurang satu tahun.

Di akhir tahun 2008, ketika aku pulang kampung, adikku mengabarkan, bahwa Nanda, sobat cerdasku itu, meninggal dunia. Nanda meninggal karena kelelahan luar biasa dan DBD. Aku syok lalu terdiam kaku. Seakan tak percaya dengan rencana Tuhan atas sobat cerdasku itu.

Nanda, kecerdasanmu semoga mengalir ke darah anakmu yang hingga sekarang aku juga belum bertemu dengan bayimu itu. Akhirnya aku yakin, meski kisahmu begitu dramatis, Tuhan tetap punya rencana bagus untuk mu. Tapi aku tak tau apa rencana Tuhan itu.

Salamku dari dunia untuk mu sobat Nanda di akhirat.

Tidak ada komentar: